Saturday 6 April 2013 | By: Hanifah Fitri

Luruskan Niatmu. (Penggalan Kisah Ibu July)


  
      Mendengar nama Ibu July Oktalia maka yang terbayang adalah sosok seorang wanita sholehah yang cerdas, lembut, dan keibuan. Ia adalah seorang akhwat angkatan pertama di kampus yang memperoleh nilai tertinggi, pernah menjabat sebagai ketua BEM, mendapatkan beasiswa S2 antropologi di Belanda kemudian kembali ke kampusku untuk mengabdi sebagai seorang dosen. Pada kuliah hari ini, ia tak hanya sekedar menjelaskan mata kuliah  tetapi juga menyelipkan nilai-nilai islam sambil mengintip fakta psikologi rumah tangga di lapangan.
Ada yang berbeda pada kuliah hari ini, beliau membeberkan kisah cinta beliau, cerita yang membuat mehasiswa yang mengantuk menjadi terjaga, yang melamun menjadi fokus, dan saat ia memulai bercerita, seluruh mata sudah terfokus padanya.
    
     Ibu july memilih alternative menikah tanpa pacaran yang biasa dikenal dengan “taaruf”. Setelah menyelesaikan studinya di Belanda ia kembali ke Indonesia, disambut oleh 4 buah proposal pernikahan. Proposal itu datang dari seorang ikhwan yang juga kuliah S2 di belanda dan akan segera melanjutkan kuliah S3nya di Jerman, seorang ikhwan tampan S1 dengan pekerjaan mapan, seorang ikhwan dengan bisnis yang sukses, dan seorang S2 dari perguruan tinggi negeri favorite di Jakarta. Ke empat proses taaruf sudah dijalani tetapi keempatnya tak ada yang berhasil. Mulai dari bisikan “tidak”dalam telinga”, keragu-raguan, dan berbagai macam kendala. 

      Sampai ia bertemu dengan seorang pria. Pria ini adalah seorang polisi lulusan SMU yang meminta kepada beliau untuk dicarikan seorans istri yang sholehah yang mau menerimanya sebagai suami untuk diajarkan Islam lebih dalam. Pria itu menceritakan pengalaman hidupnya yang kelam. Ia sudah terbiasa dengan kehidupan malam, berbagai jenis narkotika pernah ia coba, bahkan ia pernah masuk penjara militer karena peluru yang ia tembakkan salah sasaran. Di penjaralah ia mulai mendapatkan hidayah. Ia jenuh dengan kehidupan kelamnya. Ia ingin mengenal Islam lebih dalam.

    Setiap hari ia datang menemui ibu dari ibu juli untuk memamerkan kemajuannya dalam membaca Al Qur’an. Ia rutin membaca buku-buku Islam. Ia juga rutin melaksanakan shalat. Ia bersungguh-sungguh ingin hidup dalam Islam.

     Ibu July melihat kesungguhan pada polisi tersebut. Ia menanyakan kesediaan semua rekan akhwat yang ia kenal untuk menjadi istri seorang pria. Alhamdulillah.. tidak satupun yang bersedia. Bagaimana dengan ibu Julu sendiri? Waah.. sudah jauh sekali levelnya. Bu july lulusan S2 dengan beasiswa di luar negeri sementara sang suami hanyalah seorang polisi lulusan SMA. Jangan Tanya gaji, gaji bu July berada jauh diatasnya, terlebih lagi pria ini baru saja menghabiskan hartanya demi membayar pengacara atas kasus peluru nyasar tersebut. Lagi pula menjadi isteri seorang polisi. Amit-amit cabang bayi. Ibu July dari dulu berharap punya suami dengan pekerjaan apa saja asal jangan polisi.
     
     Tapi Jodoh siapa yang tahu jusru pria itulah yang menjadi jawaban dalam istikharah panjang ibu July. Proses pernikahan berlangsung dengan cepat hingga ia nyaris tak percaya ia telah menikah.  

    Sekarang keadaan jusru berbalik. Pria itulah yang kini menjadi guru bagi ibu July. Seorang yang istiqomah ibadahnya. Tapat waktu sahalatnya. Murah sedekahnya. Suami yang baik dan ayah yang penyayang. Pria itulah yang menjadi penentram hari-hari ibu July selanjutnya.  Pria itu kini sudah melanjutkan selesai melanjutkan kuliahnya, penghasilannya kini, jauh di atas penghasilan Ibu july.

     Ibu July sangat bersyukur diakaruniai suami sebaik suaminya. Kini ia sudah dikarunia dua orang anak yang melengkapi kebahagiaan kehidupan rumah tangganya.

***

    Cerita Bu July mengajarkan bahwa Untuk meraih kemuliaan dalam cinta  bermula  dari kemuliaan niat. Kebahagiaan cinta tidak tumbuh dari kebanggaan atas identitas dunia. Mungkin saja Tuhan menganugerahkan kita pasangan yang sederhana, tapi justru bersamanya kita bisa saling menumbuhkan hingga akhirnya kita sadar, Tuhan punya cara istimewah dalam membimbing jalan kita.

     Pesan Bu July dalam penutupan kuliahnya.  “Bersihkanlah niatmu, maka pintu kebaikan akan terbuka untukmu. Kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika kamu berbuat kebaikan”.

Jakarta, 26 July 2012.
Hanifah Fitri.








2 comments:

Taufiqa Hidayati said...

so sweet =D

Hanifah Fitri said...

InsyaAllah.. cerita kita nanti juga so sweet.. aamiin..

Post a Comment