Friday 30 December 2011 | By: Hanifah Fitri

Tak ada apa-apa

kalian yang pernah mesra

yg pernah baik dan simpati padaku

tegaklah ke langit luas

atau awan yg mendung

kita tak pernah menanam apa-apa

kita tak akan kehilangan apa-apa


-gie-



Saturday 19 November 2011 | By: Hanifah Fitri

krisis kepercayaan

Semakin tua.. rasanya semakin sulit percaya dengan orang lain. Entah terlalu perfeksionis atau terlalu menuruh harapan besar pada orang lain.

Kita tidak bisa melakukan segalanya sendiri. Kita hidup di dunia tidak sendiri, akan selalu ada orang yang menjadi imbas dari perbuatan kita. Itu sebabnya kita perlu bekerjasama dengan orang lain. Akan tetapi, kita terbentur pada kenyataan bahwa kita tidak bisa memaksa orang lain seperti kita memaksa diri kita sendiri untuk berbuat sesuatu. Harapan-harapan dan amanah-amanah yang kita percayakan sering kali terabaikan atau mungkin terlupakan.

kecewa-kecewa itu harusnya tidak ada. karena itu bisa jadi perusak dalam kerja-kerja kita. Tapi rasanya sulit sekali untuk bisa terlepas dari penyakit hati yang satu itu. Karena maaf seringkali tidak cukup untuk mengobatiinya. Efeknya bisa terjadi pada orang lain. Semakin banyak orang yang tidak bisa kita percaya mengakibatkan kita menjadi pribadi yang serba tidak percaya pada orang lain. Bahkan untuk orang-orang yang harusnya bisa kita percayai.

Akupun tak luput dari itu, Tetapi setidaknya aku berusaha untuk menepati janjiku. Meski  mungkin saja, kecewa-kecewaku yang sekarang imbas dari kelalaianku saat aku mengecewakan orang lain.

Sejujurnya, jika aku bisa mengerjakan sesuatu sendiri, aku akan melakukannya sendiri. Aku enggan sekali menyuruh orang lain. Lelah memercayai orang lain. Lebih lelah berharap pada orang lain daripada harus mengerjakan banyak hal sendiri. Maka dalam fase ini aku merasa orang yang bisa aku percaya hanyalah diriku sendiri. Rasanya ini jadi sangat menyedihkan.

Sampai akhirnya aku sudah terbiasa dikecewakan. Kini tidak lagi sedih karena kepercayaan itu diabaikan tetapi menyedihkan rasanya mendapati diri menjadi orang yang tidak percayaan. huft...
Tuesday 4 October 2011 | By: Hanifah Fitri

Mengenang masa SMA

Akhirnya ketemu juga tuh video. Entah siapa pembuat video itu aku tidak tahu. Sejenak menonton videon itu, menyaksikan gambar demi gambar ia berputar, memutar ingatanku bertahun-tahun yang lalu. Saat masih mengenakan baju putih abu-abu. Benar kata orang, masa-masa SMA adalah masa-masa yang sulit dilupakan.

Tak terasa air mata nyaris menetes menontonnya. Ntah sudah keberapakali aku menontonnya. Bahkan rasanya dahulu aku sudah menghafal isi videonya. Akan tetapi, aktifitas yang kumiliki seolah tidak memberiku kesempatan untuk merefleksikan diri sejenak.

Sudah sekian lama hari-hari itu berlalu. 5 tahun, waktu yang ternyata cukup untuk melihat fakta berbalik. Aku ingat saat itu, saat-saat kami masih berada dalam ikatan payung lembaga dakwah sekolah. Kami masih sama-sama beajar memperbaiki diri, dengan gaya khas kami. Kami selalu bersama merajut suka duka masa SMA.

Aku pandangi lagi lekat-lekat wajah mereka dahulu. senyum mereka yang tampak lugu dengan pancaran ekspresi penuh semangat dan siap menghadapi tantangan dakwah selanjutnya. Senyum yang aku cari-cari dan sulit aku temui. Bagaimanakah mereka sekarang? kemana wajah-wajah itu?

Tiba-tiba hati jadi semakin sedih. Betapa kini sudah sulit bertemu. Masing-masing mulai sibuk dengan pilihan hidup yang mereka pilih. Sebagian terbawa arus zaman lalu "menghilang". Kini  yang tersisa hanya sebagian kecil yang juga kekurangan bantuan. Ternyata kami tidak bisa mempertahankan saudara-saudari kami. Dan ternyata kami tidak bisa mempertahankan estafet dakwah seindah dulu. Akupun jadi teringat kata-kata seorang adik kelasku "beruntungnya seandainya aku bisa terlahir lebih awal, sehingga aku bisa merasakan indahnya ukhuwah seperti yang kakak-kakak rasakan".  Tak tahu harus berkata apa. Tetapi masih berharap semoga masa-masa itu bisa kembali.

mengutip kata-kata dari video itu

seberat apapun beban kita hari ini..
sekokoh apapun cobaan yang harus kita hadapi..
sejenuh apapun hari-hari yang kita lalui..
sebesar apapun kegagalan yang kita rasakan..
jangan pernah berhenti berharap pada pertolongan ilahi
..

InyaAllah

Thursday 22 September 2011 | By: Hanifah Fitri

Tulisan recehan

Saya lelah.. saya ingin istirahat. Segala target-target dan tuntutan amanah, tugas-tugas ini benar-benar menyita waktu saya. Sulit sekali mempunyai waktu sendirian bahkan untuk sekadar merenung dan mengevaluasi. Seingat saya, saya hanya punya waktu istirahat ketika saya pergi tidur. Saya jadi merasa sering bingung dan tidak bisa fokus pada satu hal. Betapa saya ingin tidak lagi hanya sekedar setor wajah ke orang tua. Saya ingin bermain bersama adik-adik saya. Saya ingin sejenak saja melupakan semuanya. Semua deadline yang begitu menjepit. Tapi saya terjebak dengan perasaan saya.

 Saya sangat mencintai ayah saya, sangat.. Saya sangat takut membuatnya kecewa dengan prestasi akademik saya. Saya harus bisa menempuh kuliah dengan nilai terbaik.

 Saya sangat mencintai SMA saya, saya tidak sanggup menyaksikan satu-persatu kejatuhan disana. Kalaupun kejatuhannya hanya tinggal menunggu bom waktu, itu hanya boleh terjadi ketika saya sudah tidak ada.

Amanah yang saya pegang menuntut saya fokus padanya. Menuntut saya untuk bisa bekeerja cepat dan cermat. Lantas apa yang saya sudah lakukan? tidak ada! Semuanya setengah-setengah..

saya bingung.. saya harus berbuat apa? Tak ada yang ingin saya tinggalkan.. Tapi saya ingin lari.. melarikan diri dari semua ini... saya ingin saya sendiri.
Friday 16 September 2011 | By: Hanifah Fitri

Lari

Melarikan diri sejenak, sejenak saja. Menyendiri, menikmati sepi. Sekedar mengumpulkan pecahan semangat yang terhambur. Cita yang melayang untuk kembali menguatkan kaki yang terseok-seok.

tapi aku tak akan benar-benar pergi, hanya sejenak. Aku akankembali.. InsyaAllah..

maaf bagi yang menunggu.. maaf bagi yang mencari..
Monday 15 August 2011 | By: Hanifah Fitri

Galau Maning

Hari itu aku membereskan lemari pakaian adik-adikku yang super awut-awutan. ketika aku membongkar lemari untuk kembali ditata ulang, aku sedikit terkejut. Aku menemukan beberapa lembaran-lembaran kertas yang tercecer seperti buku diary. Warna dan tulisannya khas sekali. Khas sebuah buku diari. 

Dengan hati agak berdegub aku membacanya.Awalnya sempat ragu-ragu untuk membacanya. Tapi rasa penasaran diri ini begitu membuncah. Seolah mengalahkan segalanya. 

Tulisannya rapih, khas karakter tulisan zaman dulu. Tulisan sambung yang ditulis miring kekiri dalam kertas diary bergambar warna-warni yang mulai tampak usang. Pelan-pelan kubaca tulisannya. Ternyata itu adalah ungkapan perasaan seorang wanita tentang cintanya kepada seorang pria yang sangat ia cintai. Ternyata penulisnya adalah seorang yang kini aku panggil ibu. Dan pria dalam tulisan itu ternyata adalah ayahku.

Ayah digambarkan sebagai seorang pria gagah, cerdas, dan luar biasa. Tulisan ibu itu membuatku sempat lupa tugas awalku untuk membereskan lemari. Aku mulai membaca lagi lembaran demi lembaran. Mungkin itu romantis, tapi aku jadi geli sendiri. hehe..

Namun, bukan tulisan diari itu masalahnya. Akan tetapi, efek dari perasaanku setelah membaca tulisan tersebut, Aku merenung sejenak, memikirkan tentang diriku, tentang hidupku. Di usiaku sekarang, usia saat ayah dan ibu menikah dulu. Sementara aku, masih sibuk dengan berbagai macam kesibukan yang membuatku mengikis semua benih-benih cinta. Fokus kuliah dan laksanakan amanah adalah alibi yang ku buat agar aku tidak berkelut dengan roman-roman picisan. Aku mati-matian berusaha agar tidak jatuh cinta, atau tidak lagi. Aku cabut semua benih-benih yang pernah tertanam. Aku mulai menganggap cinta adalah sesuatu yang mulai menghambat kerja dan kefokusan. Aku merasa menjadi dingin.

Pada ayah aku ceritakan semua yang belakangan mulai mengganggu pikiranku. Ayah hanya berkata, "Itu datangnya dari bisikan syaitan, belajar saja yang benar, jodoh sudah Allah yang atur". Statemen ayah cukup membuatku diam tak berkata-kata.

wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS An Nur:26)
Entah sudah berapakali aku membaca dan mendengar ayat ini. Tetapi aku masih saja cemas. Cemas karena, apakah aku termakud wanita yang baik? Akankah aku mendapat seorang laki-laki yang baik?  
aku masih bertanya-tanya.
Apakah aku mampu mencintai seorang pria sedalam cinta ibu pada ayah? sementara mungkin saja aku belum begitu mengenalnya. Mungkinkah rumah tangga kami bisa terus bertahan? sementara konflik perselingkuhan sudah menjadi hal biasa, perceraian terjadi dikalangan artis, pejabat sampai ustadz. Pengkhianatan dan kelunturan kesetiaan menjadi momok yang menakutkan. 

Aku hanya seorang biasa. Sangat biasa. Hari-hariku masih dipenuhi banyak keburukan. Aku juga belum pernah membina suatu hubungan dengan laki-laki dan ketika pertama kali aku memulainya atas nama Tuhan nanti, akankah kami bertahan?

Aku cemas. Masih sangat cemas.
Sunday 14 August 2011 | By: Hanifah Fitri

Feeling alone

Merasa sendiri terkadang mengiris. Membuat problema yang kecil terasa berat untuk dipikul. Sendiri itu sepi. Tetapi tidak selalu orang yang berada dalam keramaian tidak merasa sepi. Adakalanya kita memiliki tuntutan untuk beramah tamah dengan orang banyak, dan memiliki teman sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, apakah orang yang memiliki banyak teman adalah orang yang tidak merasa sendiri? tidak merasa sepi?

Tidak! setidaknya itulah yang kurasakan. Dan aku  pun yakin orang lain pun merasa demikian. Paling tidak untuk beberapa waktu.

Banyak orang yang tidak punya banyak teman. Terlihat sendirian, atau hanya berteman dengan orang yang itu-itu saja, Ia seperti orang yang sepi. Akan tetapi, ia punya teman yang bisa Ia percaya. Teman yang berbagi segala sensasi suka dan duka. Ia mungkin tidak merasa sepi, itu cukup baginya.Sementara, pernahkah membayangkan perasaan seseorang yang tampak selalu bahagia, ia punya banyak sekali teman, bahkan ia bisa berteman dengan berbagai macam orang dimanapun ia berada? Orang lain akan menganggapnya orang paling bahagia. Ia mungkin orang yang sering tersenyum, keberadaannya membuat orang lain mengira ia orang yang bahagia atau selalu bahagia. Tetapi di balik sisi-sisi itu, dia mungkin merasa sendiri.

Saat sendiri memamng terasa hampa. Akan tetapi, berlama-lama dalam kesendirian membuatku mulai menikmati kesendirian itu. Rasanya seperti punya suatu rauang yang sulit dibagi dengan yang lain. Pintu-pintu ruangnya adalah kepercayaan. Semakin dewasa semakin banyak usia ini mengajak bertemu dengan berbagai macam tanggung jawab sekaligus mempertontonkan pengkhianatan yang kerap terjadi berulang dari  orang lain atau diri sendiri. Membuat kunci-kunci pintu ruang itu sulit dibagi dan berkarat.Senyum bisa dibagikan pada banyak orang, tapi tidak ruang ini, Ruang yang didalamnya tersimpan, segala rasa.

Saat kecil rasanya begitu mudah membagikan berbagai macam pertanyaan serta ungkapan-ungkapan perasaan. Tapi waktu kemudian mengajarkan agar tidak lagi sebebas itu. Semakin banyak menjaga lidah, semakin banyak tertolong dari jurang kenistaan. Dan waktu tidak memeberi toleransi berupa pemakluman bagi orang-orang yang biasa disebut "orang dewasa"

Dalam jalan yang aku pilih, sendiri nampaknya menjadi makanan sehari-hari. Semakin jauh kaki ini melangkah semakin banyak teman yang pergi. Tetapi diantara kesendirian itu, semoga Allah selalu membimbing setiap langkah menjejaki jalan yang benar. Semoga Allah selalu menguatkan kaki ini meski harus berjalan sendiri. Seorang diri. Meski sepi. Meski sulit.
Thursday 28 July 2011 | By: Hanifah Fitri

”MAN SHOBARO ZHAFIRO” _Ahmaf Fuadi_

Hidupku selama ini membuat aku insafuntuk menjinakkan badai hidup, “mantra” man jadda wajada saja ternyata tidak cukup sakti. Antara sungguh-sungguh dan sukses itu tidak bersebelahan, tapi ada jarak. Jarak ini bisa hanya 1 sentimeter, tapi bisa juga ribuan kilometer. Jarak ini bisa ditempuh dalam hitungan detik, tapi juga bisa ribuan tahun.
Jarak antara sungguh-sungguh dan sukses hanya bisa diisi sabar. Sabar yang aktif, sabar yang gigih, sabar yang tidak menyerah, sabar yang penuh dari pangkal sampai ujung. Sabar yang bisa membuat seuatu yang tidak mungkin, bahkan seakan-akan itu sebuah keajaiban dan keberuntungan. Padahal keberuntungan adalah hasil kerja keras, doa, dan sabar yang berlebih-lebih.

Bagaimanapun tingginya impian, dia tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup sudah digelung nestapa akut. Hanya dengan sungguh-sungguhlah jalan sukses terbuka. Tapi hanya dengan sabarlah takdir itu terkuak menjadi nyata. Dan Tuhan selalu memilihkan yang terbaik dan paling kita butuhkan. Itulah hadiah Tuhan buat hati yang kukuh dan sabar.

Sabar itu awalnya terasa pahit, tetapi akhirnya lebih manis daripada madu. Dan Alhamdulillah, aku sudah mereguk madu itu. Man shabara zhafira. Siapa yang sabar akan beruntung.

AF, di puncak Saint-Raymond  
Monday 23 May 2011 | By: Hanifah Fitri

Mencintai Bagi wanita

Bagi seorang wanita mencintai adalah menjaga pemuda yang dicintainya dari jurang kenistaan fitnah wanita

Ia tak mengumbar kata manis yang indah untuk pujaan yang dicintainya. Tetapi semua tersimpan dalam jeritan batinnya yang kemudian ia tumpahkan dalam hening doa. Hanya berdua!
Mengadu kepada zat yang maha memberi cinta.

Mencintai bagi wanita dalah belajar menerima, tentang siapa yang kemudian menjadi pilihan terbaik bagi takdir hidpnya. Membangun cinta melalui rumah tangga. Yang kemudian tangganya susah payah dibangun menuju surga.

Cinta adalah sebuah rasa yang universal. Tetapi mendefinisikannya bukanlah perkara mudah.
Ia rasa yang sama, sebuah fitrah bagi hati anak adam-hawa  tetapi memiliki definisi yang berbeda. Bergantung pada hati siapa ia dititipkan.

Oleh sebab itu, jatuh cinta menjadi  begitu rumit... begitu sulit...
Aku tahu, kamu pun tahu.. bahwa kita wanita dititpkan hati yang lemah.
Pikiran dan tindakan kita didominasi oleh perasaan. Perasaanlah yang menjadi tanah dimana cinta tumbuh dang menakar.

Tetapi selalu, Dari setiap yang sulit. Setiap yang rumit. Akan ada kemudahan disana. Ada janji Tuhan yang pasti. Surga yang teramat manis menanti.

Semoga Allah menjaga iman kita, hati kita, cinta kita dan orang-orang yang kita cintai..
amin..


Jakarta, 23 mei 2011
Kesdam Cijantung


Wednesday 23 February 2011 | By: Hanifah Fitri

Sahabat

Sahabat adalah orang yang tak enggan untuk menegur kekurangan. Terkadang ia menerima kekurangan dalam bentuk kesabaran. Dalam persahabatan tak selamanya bisa tertawa bersama ada kalanya pahit itu menerpa namun seorang sahabat iyalah iya yang akan berdiri di samping kita, menguatkan kita walau  harus mendengar keluh kesah kita. Dia yang mengerti tanpa kita harus berbicara. Keberadaannya meneguhkan semangat kita. Kekurangan membuat kita belajar untuk saling bersabar.