Thursday, 9 December 2010 | By: Hanifah Fitri

Mengenang kembali




Hari ini aku mengenang kembali
Kerikil-kerikil tajam yang memperkaya arti hidupku
Manisnya madu cerita hidup yang membuat senyumku lepas...


Akhirnya aku tahu Bahwa dalam cerita hidup, ada manis ada pahit Ada juga penolakan, ada penerimaan

 

Lalu akhirnya aku belajar, Menerima dengan seluas hatiku
Membuatku lebih bahagia, lebih menghargai hidup Melihat hidup sesuai dengan usiaku

 
Friday, 3 December 2010 | By: Hanifah Fitri

Hanya cita-cita sederhana

Aku bukanlah orang yang hebat karena aku hanya memiliki cita-cita sederhana..
Tak hebat dan tak menjulang tinggi seperti bintang yang tergantung dilangit... seperti layaknya aku bernyanyi saat aku masih kanak-kanak...

Aku hanya punya cita-cita sederhana yang tak sesederhana menerapkannya dalam hidup.
begitu ringkas dan mengalir..
Tak besar seperti seorang ingin merubah dunia, tak seluarbiasa seperti cita-cita mejelajahi separuh dunia..

Aku tak berhasrat memiliki rumah besar bak istana tidak juga mobil dan perhiasan mewah.. dan semoga akan tetap begitu...
hanya rumah sederhana penuh cinta yang membuatnya luas oleh rasa syukur orang-orang yang tinggal didalamnya... Mendidik anak-anak yang sholeh, merajut harapan-harapan yang hanya surga imbalannya..

Aku ingin, tak lagi melihat anak kecil berpakaian lusuh, berpanas terik untuk sesuap nasi. Aku ingin melihat anak-anak bermain ceria di taman-taman, asik membaca dan bertanya.. Aku ingin menghabiskan waktuku bersama anak-anak sampai aku mati..

Aku ingin membangun sekolah sehingga tak ada lagi generasi bangsa yang buta. Tempat sederhana dimana anak-anak bisa bermain dan tertawa ceria. Aku hanya ingin rumah sederhana, cinta sederhana, tapi begitu bermakna.

Aku ingin hidup bersama cerahnya harapan anak bangsa, kepolosan saat mereka bicara, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tak akan pernah ada habisnya. Ciuman tangan dari anak-anak yang membuat tangan ini berkah untuk kemudian membuat sang anak kembali datang dan menyapa "Bu, saya sudah menjelajahi separuh dunia, Saya bekerja demi agama".

Hanya cita-cita sederhana. Menyentuh kehidupan bersama anak-anak bangsa.
Cita-cita sederhana yang tidak sesederhana menerapkannya, tidak semulia saat niat-niat buruk menghampirinya.

Semoga tangan ini tidak letih berdoa, "ya Rabb, jadikan hamba orang yang bermanfaat". Semoga raga ini bisa kembali perkasa saat rasa kecewa itu ada, saat rasa malas mengekang semangat.

Dan semoga, tulisan ini tidak hanya menjadi cerita yang kemudian terlupa. Semoga Allah mengizinkan memperkenankannya. Sebuah cita-cita sederhana yang membuat aku mengantar ayah bunda ke surga.


Amin..

Jakarta, 2 Desember 2010
Asrama Kebidanan RS. Cipto Mangunkusumo


Sunday, 28 November 2010 | By: Hanifah Fitri

Curhatan Tanpa Judul

sudah lama rasanya aku tidak curhat di mp.. sebenarnya banyak hal ingin aku tulis namun entah kenapa selalu ada saja alasan yang ku buat untuk akhirnya tidak menulis.

Sudah lebih dari satu tahun aku vakum dalam aktifitas tarbiyah, walaupun sebenarnya aku tidak benar-benar vakum. Iman naik, turun, kemudian naik lagi adalah makanan hari-hariku. Apa yg menguatkanku saat iman itu jatuh turun dan  terpendam? bisa jadi, Doa dari orang tua, keluarga, dan sahabat. Dari satu tahun tersebut aku banyak belajar tentang tarbiyah dzatiyah. Satu hal lagi yang membuatku sadar bahwa rencana Allah akan indah pada waktunya. Tak ada yang sia-sia dari setiap langkah dari hal yang paling menyakitkan sekalipun aku belajar banyak hal. Alhamdulilah..

Berbagai jenis pengajian aku datangi, dari pengajian ibu-ibu, dzikir bersama, dan pengajian yang di masjid sekitar. Dari sana aku belajar, tentang iman tak bisa dilihat dari status sosialnya, umur, dan panjangnya jilbab seseorang. Aku belajar dari seorang ibu-ibu tua yang datang dari jarak rumah yang cukup jauh untuk belajar alqur'an yang mana murid-muridnya bahkan gurunya adalah seorang mahasiswa. Ibu tersebut sangat bersemangat belajar bahlan lebih dari para mahasiswa yang berjilbab leabar. 

Di kampusku, mugkin berbeda dengan kampus-kampus yang lain. Aku tiggal bersama dengan mahasiswa wanita yang lainnya dengan berbagai macam karakter dan budaya. Aktfitas tarbiyah belum terbentuk disini. Aku cendurung kesulitan mencari senior untuk berdiskusi mengenai pengembangan dakwah di kampus. Saat aku mengeluarkan ide-ide aku cenderung di persalahkan. Sebagian menganggap aku menggurui. Hal yang wajar dalam kultur sekolah kedinasan. Tapi dalam lingkup belajar terlebih masalah tarbiyah, apakah hal ini masih hrs berlaku?

Sempat terpikir olehku untuk keluar dari kampus ini dan melanjutkan cita-citaku. Belajar di jurusan impianku. Namun, berat bagiku meninggalkan amanah yang aku pegang sekarang. walaupun aku punya satu tahun untuk membentangkan sayap-sayap dakwah tapi itu masih belum cukup karena aku masih sebagai mahasiswa tingkat satu yang tidak bisa sembarang merubah kendali dan terlebih merubah kultur.

Hal yang membuatku miris pada diriku sendiri. Demi Allah aku tidak lebih baik dari para seniorku, aku hanya ingin meberi tahu ilmu seluas biji debu yang aku pernah tahu dan begitukah aku merasa hebat dengan membuat cita-cita bak aku seorang yang baik yang mampu meberi contoh teladan bagi orang-orang disekitarku.

Pada dauroh beberapa hari yang lalu aku sangat tersentil. Betapa remehnya aku, aku target hidup yg tak tercapai. Hafalan-hafalanku yang berserakan, orang tua yang sering aku nomer duakan. Masih jauh bagiku untuk bisa disebut shalihah.

Dauroh tersebut aku berjanji pada diriku untuk benar-benar berbakti pada orang tuaku, mencapi target hidupku,memperbaiki hafalanku serta berkomitmen di dakwah sekolah.

Tak satupun di dunia yang tidak berubah karena itu aku harus berubah! sebelum aku dirubah waktu. Sebelum orang lain merubahku.
Sunday, 5 September 2010 | By: Hanifah Fitri

Serahkan pada waktu

Masih banyak yang harus aku pelajari, masih banyak tugas yang harus aku kerjakan sendiri, dan masih banyak sesuatu yang harus aku perbaiki terutama dalam diriku sendiri.
Biarlah kita menunggu. Tidak untuk diam. Agar kita pantas dan layak satu sama lain. lalu, sampai kapan kita harus menunggu? cukupkah waktu bagi kita untuk bisa disebut layak satu sama lain?
Mari kita serahkan pada waktu, biarlah ia yang menjawabnya. kapan waktu kita disebut layak, kapan kita bisa saling menatap. Entah itu wajah baru atau wajah lama yang tak terduga, atau bahkan, dialah wajah lama yang pernah kita harapkan. Biarlah kesemua itu menjadi misteri. Karena memang disitulah seninya. Tawakalkan diri untuk setiap tinta yang telah tertulis dalam kitab lauhul ma'fus.
Peran yang aku lakoni selama aku menunggu, untukmu pasangan yang tertulis bersamaan dengan dihembuskannya ruh pada jasadku. Aku berjanji dalam hatiku, Aku akan setia menunggumu, untuk jadi yang pertama bagimu.
Dalam hampir setiap usai sujud shalatku aku berdoa
"ya Allah, jadikanlah hamba anak yang sholeh, isteri yang sholeh, dan ibu dari anak-anak yang sholeh. Perbaikilah iman dan akhlak hamba. Karunikan hamba pasangan hidup yang baik. Jika ia masih belum baik perbaikilah, wahai Rabb yang maha pemurah. Jadikan kami untuk saling memperbaiki agar kami bisa lebih dekat denganMu"
Bekasi, 6 September 2010
Sunday, 15 August 2010 | By: Hanifah Fitri

Ketemu moto hidup ^^

Dalam sebuah kajian "Militansi dakwah". Aku bertemu dengan seorang pembicara. Biarlah aku merahasiakan namanya. Dia seoarang yang terbilang masih muda. Seperti selayaknya pemuda aku bisa merasakan ghirohnya. Apa yang ia sampaikan merasuki ku. Terbawa tak terputus walau kajiannya telah usai.

Beliau tidak bercerita banyak tapi apa yang beliau sampaikan amat menyentuh setiap orang yang mendengarnya. yah.. mungkin karena keikhlasan hatinya serta amal-amal ibadahnya. Beliau mebuat setiap perkataannya membekas (qawlan tsaqilan).

"..dan berikanlah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya" (QS. Annisa :63).

S
alah satu yang amat menyentuhku saat iya mengatakan:
"Umat islam sekarang diidentikkan dengan umat yang bodoh, miskin, dan Tidak ramah". Inilah fakta, perhatikanlah! Negara-negara maju bukanlah negara Islam. Kebanyakan negara-negara Islam masuk kelompok negara berkembang bahkan miskin dan terbelakang. Sekolah-sekolah terbaik bukanlah sekolah Islam, siswa-siswa pemenang olimpiade kebanyakan bukanlah orang Islam. Umat Islam diidentikkan dengan  "Umat teroris". Lalu, bagaimana antum semua menyikapi hal ini? Apakah sebagai pemuda islam antum akan diam saja. Pemuda adalah pengubah. Oleh sebab itu. "Belajarlah, bekerjalah, berjuanglah dan lakukan segala kebaikan  KARENA  ANTUM ADALAHSEORANG MUSLIM!".
Kata-kata terakhirnya membuatku terpaku sejenak. Merasukkan semangat kedalan jiwaku. yah.. aku menemukannya! inilah moto hidupku.. Sungguh aneh, aku menemukan moto hidupku saat sudah sedemikian umurku. Akan tetapi, tak ada kata terlambat. Aku bangga dengan motoku.

"Aku belajar, bekerja, berjuang dan melakukan kebaikan karena aku seorang muslim"


Saturday, 14 August 2010 | By: Hanifah Fitri

Lembaran Baru.

Ketika aku menguatkan hati untuk melupakanmu, sekejap rasa kekecewaan menghinggapiku. Sebagian berbisik, "kau tak akan mampu, kau terlalu menaruh harap padanya, atau mungkin, kau terlalu mencintainya".

"ah benarkah?". Aku yakin aku bisa. Aku akan membuka lembaran baruku. Aku akan sanggup melepaskan belenggu yang terlihat manis tapi menyiksa. Aku harus mematuhi peraturan bahwa aku akan pergi. Aku tidak akan lagi "melihat" kecuali memang "terlihat". Aku tidak akan lagi mendengar kecuali memang "terdengar dan aku tidak akan mencari tahu apa-apa tentangmu. Karena aku, semakin aku tahu semakin aku sulit melupakanmu.

Terkadang ada bisikan "Mungkin saja kau mampu melupakannya, akan tetapi mampukah kau mendapat yang lebih baik darinya?".

Aku diam, aku pun tak tahu. Inilah misteri hidup. Tapi aku akan tetap pergi! Karena ini semua terkadang menyiksaku. Memenuhi hari-hari dan pikiranku yang seharusnya bisa aku isi dengan kebaikan. Aku tahu mungkin ini sulit, tapi aku harus mampu karena aku ingin dekat dengan Yang Mahadekat.

Karena cinta sejatinya tidak membelenggu.
Cinta yang baik adalah cinta yang membaikkan untuk mengisi hari-hari dengan kebaikan.

Berpikir bahwa dia bukanlah yang terbaik adalah yang terbaik saat ini. Setidaknya, saat ini. Semua akan baik-baik saja jika saja aku berhasil.

Mari kita akhiri kisah ini.

Terima kasih telah menjadi cinta, asa, dan mozaik kehidupan.


Sunday, 9 May 2010 | By: Hanifah Fitri

Kegagalan ke-7

Aku terhanyut, nafas ku sejenak terhenti. Ku tarik nafas dalam-dalam mencoba untuk lebih kuat dari berita yang baru saja ku baca. Kaki-kakiku serasa begitu lemah menopang tubuh. Aku terduduk dan merunduk lemah tak kuasa air mataku tumpah, ku tutup mulutku agar tak perlu terdengar isak karena dadaku terasa begitu sesak dan sakit. Aku menangis sendiri dan berharap tak perlu ada yang mendengar.

Ini adalah kegagalan ku yang ke-7, bisa dikatakan inilah kegagalanku yang terasa begitu menusuk dari setiap berita failed yang pernah ku terima. Sama halnya seperti sebelumnya, aku menangis, dan seharusnya aku sudah bosan menangis. Bahkan aku bersumpah pada diriku untuk tidak boleh menangis saat aku gagal. akan tetapi, aku tidak kuasa menguasai diriku dan berusaha mengelak, yah.. karena aku masih seorang perempuan.

Usai mendapatkan kegagalan aku bisa mendapatkan optimisme dari dalam diriku begitu kuat. Setiap gagal aku kembali bangkit dan semakin kuat. Namun, tidak kurasa saat kegagalan kali ketujuh. Aku, hatiku, mentalku, semangatku melemah. Aku di hantui rasa bersalah, ketakutan akan kegagalan berikutnya. Suatu perasaan yang tidak pernah kurasakan dalam kegagalanku sebelumnya.

Aku bertanya-tanya, sedemikiankah nasibku? ketika kegagalan pertama, kedua, banyak orang yang begitu hancur, maka sedemikiankah aku yang terus menerus hancur dengan kegagalan demi kegagalan yang aku terima. Bertubi-tubi. Tanpa pernah bersekat.

Kali ini begitu menyakitkan, Kali ini aku merasa sendirian. Dan disaat sendirian, aku begitu mudah menangis. Ya Allah... jangan lagi.. mohon jangan lagi.. tidak sekali lagi... hamba kalah..  hamba lemah.... hamba menyerah... ya Allah mohon jangan lagi...

Saat seperti ini aku begitu menyesali diriku sendiri, seperti aku menyesali orang-orang yang bunuh diri. Aku tahu.. Aku tidak akan melakukan itu. Karena aku bersumpah pada diriku aku harus membahagiakan orang tuaku.. aku tidak akan menyia-nyiakan harapan orang tuaku. Ayah, ibu.. betapa aku mencintaimu... betapa aku merasa berdosa membuatmu resah... bayangan senyum kebanggaanmu adalah obat yang yang menyembuhkan setiap luka-luka kekecewaanku.

Maka aku tidak punya pilihan selain aku harus kuat dan aku harus mampu..

Ya Allah.. ampuni hamba..  ampuni dosa-dosa hamba.. jangan palingkan wajah-Mu karena kesalahan-kesalahan hamba... kuatkan hamba,,. lapangkan hati ini ya Allah.. Yakinkan  hamba Engkau tak akan menyia-nyiakan hamba-hambaMu... Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik penolong.
Saturday, 27 March 2010 | By: Hanifah Fitri

laki-laki tu itu sudah menghadap Ilahi



krrinngggg.......
"assalamu'alaikum" aku jawab telepon dengan segera.
"ayah mana?" jawab suara dari jarak jauh terdengar agak panik.
"ayah lagi keluar, kenapa mbah?" jawabku pada mbah putri, neneku.
"mbah uyut udah gak ada!"

Innalillahi wa innilahi roji'un,

.......................................

Baru sekitar satu jam yang lalu aku tiba dirumah meningalkan kota Bogor untuk mengikuti ujian yang diselanggarakan besok. Usai mendengar berita itu memoriku teringat beberapa belas tahun yang lalu.

Laki-laki itu adalah kakek dari ayahku. Mbah uyut, begitu aku biasa memanggilnya. Akulah cicit pertamanya. Hal yang sangat aku syukuri adalah aku dilahirkan sebagai anak pertama, cucu pertama sekaligus cicit pertama. Karena itulah, aku bisa merasakan lebih cinta dari orang-orang disekelilingku.

Saat aku masih kecil aku sering bermain bersama mbah uyut, mbah sering menyanyikan lagu-lagu jawa sambil mengelus-elus rambutku. Mbah mengajariku bagaimana cara membuat bebek dan balon udara dari kertas. Hampir setiap sore akhir pekan mbah mengajak ku ke kebon di pinggir sawah. Aku merasa gembira karena setiap pulang dari kebon aku akan membawa pulang es krim atau Taro ke rumah. Kenangan itu berputar seolah aku sedang menonton televisi tentang masa kecilku. Kenangan yang mungkin tidak dialami oleh cicit-cicitnya yang lain.

Tadi pagi aku masih berada dibogor, aku lihat tubunya yang sudah sangat kurus diumurnya yang diperkirakan sudah 92 tahun, ia tampak begitu lemah. Memang sudah beberapa hari ini mbah sakit. sakit tua, begitulah biasa orang yang datang menjenguk mengatakannya. Mbah sudah tidak berdaya terbaring ditempat tudur beberapa bulan yang lalu. Beberapa minggu ini kondisinya kian melemah dan terus melemah. Mbah sudah mulai kesulitan bernafas, bahkan 2 hari terakhir air seninya sedikit mengeluarkan darah.

Usai shalat subuh, aku mengamati kondisi mbah. Aku sedikit bercakap-cakap dengan nenekku. Kami berdoa "ya Allah sesungguhnya kami sudah ikhlas melepas mbah, jika Engkau menginginkannya, mudahkanlah jalannya. Kemudian aku duduk disamping mbah. Ku lantunkan surat Ar-Ra'd. "surat Ar-ra'd, bacakan  mbah uyut surat Ar-ra'd, pinta neneku agar aku membacakan surat tersebut. Sudah menjadi tradisi orang sekitar kampung membacakan surat Ar-radu untuk orang-orang yang sedang dalam kondisi kritis. Sembari kubacakan ku usap-usapkan tanganku ke dadanya sambil hatiku berdo'a. "Ya Allah jangan Engkau cabut nyawanya kecuali dengan khusnul khatimah". hatiku miris melihat dadanya yang sesak kian sulit bernafas.

Selesai menerima telepon jari-jariku lemas, walaupun aku dalam kondisi terbilang cukup siap dengan kabar itu, masih ada hal-hal yang aku sesali. Menyesal karena aku tak ada saat sakaratul mbah terjadi, padahal aku biasa melewati hari-hari bersamanya. Menyesal mengapa aku hanya membacakan surat Ar-ra'd, seandainya aku bisa bersama mbah lebih lama, membacakan ayat-ayat suci al-Qur'an lebih banyak. Entah bagaimana aku bisa mengerjakan soal-soal utul (ujian tulis) ugm besok. Namun, hal yang aku syukuri, Allah mengabulkan doaku, memudahkan jalan mbah menuntaskan amanah hidupnya di dunia

Begitulah Allah punya rencana, tiap-tiap detik yang kita lalui merupakan tarikan langkah kematian.

Ya Allah, Demi stiap nyawa yang ada dalam genggaman-Mu, Maha pengasih, Maha pengampun. Ampunilah dosa-dosa beliau. Sesungguhnya beliau adalah orang yang baik, sangat baik, Terimalah segala amal perbuatannya, lapangkan dan terangilahlah kuburnya, tempatkanlah ia disisi-Mu selalu dalam kebaikan.
amin.


Bekasi, 27 maret 2010
Monday, 11 January 2010 | By: Hanifah Fitri

aku akan menulis

"aku menulis maka aku ada" adalah sebuah inspirasi yang aku dapatkan dari seorang saudara, sahabat, sekaligus tikus kecilku, Salsabila Sakinah. Semoga ia senantiasa kesehatan, keberkahan, kemudahan dan dalam keistiqomahan.

Usai membaca artikelnya membuatku bertekad untuk menulis, menulis dan terus menulis.
Aku ingin menuliskan kisahku dalam sejarah yang tak hanya ada dalam ingatanku kemudian terlupakan. Menulis atas rasa suka, duka, asam dan manis kehidupan. Menulis untuk mengingatkan aku dikala aku berduka ada suka sebelumnya, sebelum aku merasa masam aku juga pernah mencicipi manisnya kehidupan.

Sekarang, aku akan menulis kisahku, apapun yang ada dalam pikiranku karena itu adalah caraku untuk mengingatkan hal-hal penting yang mungkin aku lupakan.
Karena aku akan hidupkan kembali, aku akan menulis, karena aku ingin hidup abadi dengan tulisanku, karena aku adalah seorang Hanifah.

Terkenang kembali saat mp ini dibuat. Aku hanya mengisi artikel-artikel sebatas formalitas belaka itu karena aku lebih suka membaca ketimbang menulis. Saat itu aku tidak tertarik dalam dunia per-blog-an, akan tetapi seseorang membatuku untuk memulainya. Terima kasih kepada Bapak Irvanu Rahman. Semoga ilmu-ilmu yang saya dapati blog-blog yang saya baca mendapat pahala yang anda juga dapat.

Ada sebuah kutipan pesan dalam sebuah buku yang baru aku baca. "tuliskan dan ceritakanlah mimpi-mimpimu karena alam semesta akan bersatupadu untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Ikutilah kata hatimu karena disitulah harta karunmu berada"

Dari sini, dari tulisanku akan ku ukir kisahku dalam setiap proses mengejar takdirku.

Aku menulis maka aku ada.
Thursday, 7 January 2010 | By: Hanifah Fitri

aku kuat dan aku mampu

adakalanya diri merasa seperti pecundang

disaat mimpi buruk jatuh sebagai kenyataan

ketika itu warna dunia berubah menjadi suram

saat itu...
emosi jiwa gagah perkasa mengalahkan nasihat-nasihat dari bibir seorang yang mulia

bibir bergetar tak mampu untuk ucapkan

jeritan hati yang berteriak lantang

"oh.. tuhan apa yang hendak Engkau rencanakan?"




menangislah.. jika ingin menangis...

menangislah.... tanpa suara

biarlah..!! tak usah yang lain tahu.

tumpahkan ia dalam tulisan..

biarkan pena bicara..

sampai habis, sampai lepas penat yang melekat





Tapi esok!


esok tak boleh lagi ada tangis yang menetes..
sunggingkan senyum walau perih walau pahit

esok adalah hari untuk membalaskan

hadapilah kenyataan, tetapi biarkanlah Ia yang mahakuat yang menyelesaikan...

pahit takkan terbayar dengan tangisan
perih takkan terbayar dengan tulisan

bangun dan mulailah..!!
berlarilah sekencang-kencangnya..
bergeraklah secepatnya..
kumpulkan kembali semangat yang pecah berserakan
kemudian menyusunnya  menjadi mozaik kehidupan yang indah..
tidak..! yang terindah
menjadi pribadi yang kuat,
bahkan yang paling kuat

dan tunjukkanlah kepada orang tua, keluarga, sahabat, dan dunia bahwa.,,


"aku kuat dan aku mampu"