Sunday, 6 January 2013 | By: Hanifah Fitri

Tunjukilah Kami Jalan yang Lurus



“Ayah, kasih nama kamu hanifah, supaya kamu jadi orang yang ‘lurus’. Lurus hidupnya, lurus agamanya, lurus pemahamannya” Kata-kata ayah menutup diskusi kami yang berujung pada perdebatan.

Aku terhelak dan merenung.

Ku akui, masa-masa kuliah adalah masa saat rasa ingin tahuku begitu kuat. Kian banyak buku yang ku baca, kian banyak pula pemikiran yang mengarahkanku atau mungkin “meracuni” ku.

Aku masih seorang yang tumbuh dan tertatih-tatih mecari tahu apa itu dunia. Masih anak bau kencur yang sedang mencari jati diri. Aku menyadari, akan menjadi orang seperti apa aku nantinya, tergantung dari hasil pembentukan jati diriku saat ini.

Aku merasa berbeda dengan yang dulu. Ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak bisa aku deskripsikan. Terdengar berlebihan, tapi hal itulah  yang membuatku dalam keragu-raguan dan bertanya-tanya. Apakah aku berada di jalan yang benar? Jalan yang lurus? Seperti harapan kedua orang tuaku.

Tentu aku meyakini dengan segenap hidupku bahwa aku telah mengikhlaskan diri islam menjadi agamaku. Semoga Allah perkenankan itu hingga akhir hayat ini. Tapi bukan itu yang kini aku pertanyakan. Apakah aku telah berislam dengan benar? Apakah ada pemikiran yang meracuniku? Atau Allah hendak menunjukkan kepadaku jalan yang benar itu?

 Ku kira, pertanyaan itu tak hanya ada padaku tapi mungkin juga orang lain.

Ihdinas siratal Mustaqim.. Tunjukillah kami jalan yang lurus. Demikian potongan ayat dari surat Al Fatihah. Surat yang harus selalu dibaca dalam tiap rakaat shalat. Surat yang berisi doa. Doa yang biasa dibaca untuk pembuka dan penutup berbagai kegiatan. Doa yang semoga mampu menjadi obat keraguan dan penuntun ke jalan yang benar. Doa yang menguatkan tangan-tangan yang rapuh untuk berpegang pada tali agama Allah.


“Hanya kepada Engkau lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau lah kami memohon pertolongan"

"Tunjukilah kami jalan yang lurus"

"(yaitu)jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya;bukan (jalan)mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat"
(QS. Al Fatihah : 5-7)



Seketika

Seketika saja wanita-wanita menjadi janda.

Puluhan anak-anak menjadi yatim.

Bayi dalam kandungan tak bisa kenal sosok ayahnya.

Siapa kira?

Seketika dentuman peluru mematahkan nyawa.

meluluhlantakkan asa. Menghacurkan nama. 

Tubuh terbujur kaku tanpa nyawa.

Tak ada harganya.

Saat itu jadi jenazah. Saat itu pula jadi tersangka.

Tak ada suara. Tak sempat membela.

Dalam puing pusaranya, diabadikan dunia.

TERORIS! 








Friday, 4 January 2013 | By: Hanifah Fitri

2013


Semangat belajar Danbo!

2013 Kita wisuda.

2013 Kita Berhijrah!

2013 MARI BERJUANG!!