Wednesday 26 September 2012 | By: Hanifah Fitri

Di Persimpangan

     
Dalam Dalam hidup ada saat kita ditawarkan begitu banyak pilihan. Dari kedewasaan, kita dituntut untuk mampu mengambil pilihan sendiri kemudian menanggungnya.  Jejas-jejas waktu yang membawa kita menuju episode baru yang tidak kita tahu. Tapi apalah daya, hidup ini begitu abstrak. Tak siapapun tahu seperti apa dan bagaimana akhir hidup yang ia miliki. Siapa yang tahu apa yang dibenci jadi dicinta, hari ini miskin esok jadi kaya, hari ini dipuja esok hari dihina begitu juga sebaliknya. Sebab itu manusia hanya bisa berspekulasi,  mengambil resiko, manaruh harapan, dan mengambil pelajaran untuk pelajaran hidup ke depan.

     Berdiri dipersimpangan. Berhenti berjalan. Memberi ruang waktu sejenak, sejenak saja, untuk memikirkan jalan terbaik yang akan dipilih. Akan tetapi, tetap saja, semua jalan hidup pasti punya kerikil, bahkan mungkin ranjau. Sebab itu yang perlu disiapkan adalah kaki dan semangat untuk tetap tegak berjalan.

    Aku terhenti dipersimpangan. Menimbang-nimbang jalan mana yang harus kupilih. Tak satupun langkah meski tahu hidup harus tetap berjalan. Sampai titk ini aku sadar. Hidup adalah sebuah skenario. Setiap manusia diberikan kebebasan memilih jalan apa yang ia mau. Dipersimpangan aku berdiri, tak satupun jalan yang aku tahu akan membawaku kemana dan menjadikanku orang seperti apa. Bahkan aku terkadang berpikir bagaimana bisa aku berdiri dipersimpangan ini.

   Aku masih berdiri. Masih dengan kaki yang rapuh. Bermental ciut yang berharap bisa melangkah di jalan yang selalu mulus. Meski tahu, kerikil, duri jalan hidup didepan lebih hebat dari yang sebelumnya. Akhirnya aku meminta “Ya Allah, bimbinglah hati ini menuju jalan takdir terbaik yang Engkau pilihkan”. Dengan itu, seperti apapun akhir perjalanan hidup ini, semoga bisa tetap kuat.

0 comments:

Post a Comment