Monday, 31 December 2012 | By: Hanifah Fitri

Aku Ingin Merantau


Aku ingin pergi. Meninggalkan bagian sisi buruk hidup yang akhirnya menjadi rutinitas.
Meninggalkan puing-puing kenangan yang susah payah tak ingin aku ingat.

Aku ingin pergi. Untuk mencari mozaik dari diri yang mungkin hilang terlumat bersama kerasnya kehidupan ibu kota. Aku ingin lari. Menembus zona nyamanku.

Aku tak seutuhnya ingin pergi,Aku  hanya ingin memperbaiki diri. Dalam lingkungan yang semuanya akan  menjadi baru. Aku ingin menjadi lebih baik.
Aku pun ingin kembali. Kembali menjadi orang lebih mandiri, lebih dewasa, dan lebih berilmu.
Ku sampaikan pintaku kepada Sang Mahapembimbing kehidupan.
Izinkanlah hambamu ini pergi merantau. Pergi untuk kembali. Menjadi orang yang lebih baik dan bermanfaat.





Saturday, 29 December 2012 | By: Hanifah Fitri

Bisakah?




  Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ....

B.J. Habibie 



Ah! mempunyai suami seperti Pak Habibie itu rasanya terlalu utopis. Pertanyaan yang kini menghantui benak, setelah menyaksikan film ainun dan habibie itu. Bisakah seperti ibu ainun? wanita kuat dan tak suka mengeluh, wanita yang selalu bisa menjadi motivator disaat keluarganya butuh, tegar penuh cinta hingga walau tutup usia namanya abadi dicita suami dan negara. Bisakah?
Tuesday, 25 December 2012 | By: Hanifah Fitri

"takdir bagaikan angin bagi seorang pemanah, kita harus mencoba untuk membidik dan melesatkannya disaat yg paling tepat" -salahudin al-ayyubi-

"inilah paradoks kebebasan, kedatangannya justru membawa keterkekangan sendiri. Karena kita tak pernah hidup semdiri. Dunia ini milik bersama. ada keterkaitan antara kita. Selalu ada pihak yg menjadi imbas dari perilaku kita"

“waktu bagaikan pedang, jika tidak kau patahkan dia yang akan menebasmu.”

"Kebaikan adalah hak bagi yang memperbaiki diri."_Mario Teguh_

"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new." (Albert Einstein)

"Bagian terbaik dari travelling adalah ketika kita menemukan apa yang disebutnya sebagai 'seni mengembara'"_Agustinus Wibowo_

"cantik adalah kata yg definisinya begitu luas, bervariasi dan berdeviansi karena perubahan kultur, zaman, teknologi, dan ideologi" -agustinus wibowo-

"Hati yg jujur dan doa yg baik adalah pasukan penjaga diri yg tidak terkalahkan"

"Bahasa punya daya tarik magis untuk mempengaruhi pola pikir, watak, dan budaya".

"seperti ikan yg mampu melihat segalanya kecuali air, manusia seringkali kurang bersyukur. Dibelahan bumi lain ada orang lapar dahaga, kita yg hidup berhelimang harta malah tidak merasa puas akan rezeki yg diterima" _Agustinus wibowo, Kazaktan_

"kenikmatan menulis memoar adalah menemukan bagian tersembunyi dari masa lalu kita sendiri, seperti menemukan kamar tersembunyi di dlm rumah sendiri"

"bangsa-bangsa bisa bertarung berabad-abad hanya demi sejengkal tanah gersang tak bermakna. Nyawa meregang rakyat menderita, tidak masalah perang, dan pembantaian termaafkan asalkan bukan tanah yg hilang"_garis batas_

"Negara, republik, etnis, suku bangsa, bahasa, sejarah masa lalu, pahlawan nasional, nasionalisme, semuanya adalah konsep semu! Bak pakaian kebesaran yang mengaburkan hakikat kemanusiaan".

"Jembatan persahabatan, semanis apapun namanya, adalah ironi tentang takdir Asia Tengah yang kini minjadi bidak-bidak catur bangsa asing".

"Kunjungan ulang adalah seperti melepas selubung-selubung yang membungkus pemahaman kita. Tak jarang, kita sering terbuai dan terpesona oleh pandangan pertama"

"Aku seorang hamba Mu yang tertatih-tatih mempertahankan segengam Qalbu "

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati, pada akhlak yang manis, lembut dan wangi. Hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya Malam berlalu,tapi tak mampu kupejamkan mata dirundung rindu kepada mereka yang wajahnya mengingatkanku akan syurga. Wahai fajar terbitlah segera,agar sempat kukatakan pada mereka “aku mencintai kalian karena Allah” (Umar Ra)

"siapapun kita, berapapun usia kita, kita memerlukan cerita. Bahkan bila pun kita merasa bukan pecinta cerita, pasti ada sisi-sisi dalam hidup yang kita jalani dengan cara belajar dari sepotong peristiwa"

"pada runtuh bangkitnya suatu kaum, Dari siklus yang dipergilirkan itu, kita dapat mengambil sktesa yang dapat kita pakai untuk menetapkan dan menata harapan-harapan tentang apa yang ingin kita dapatkan dan apa yang ingin kita hindarkan".